Monolog Gibran Dibela Wamensesneg: Pekerjaan Pejabat Itu Ya Bicara

- Senin, 28 April 2025 | 07:30 WIB
Monolog Gibran Dibela Wamensesneg: Pekerjaan Pejabat Itu Ya Bicara


Baru-baru ini, Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka menyampaikan penjelasan mengenai tantangan Indonesia di masa mendatang dalam kanal YouTube pribadinya.

Meski mendapat kritikan dari sejumlah pihak, Wakil Menteri Sekretaris Negara (Wamensesneg) Juri Ardiantoro menilai bahwa video monolog Gibran tersebut merupakan penyampaian komunikasi agar publik tidak bias dalam memperoleh informasi.

"Kadang-kadang informasi yang beredar sering kali sudah bias dan tidak benar," kata Juri setelah menghadiri acara Halal Bihalal Ikatan Keluarga Besar Tegal Bahari Ayu (IKBT-BA) se-Jabodetabek di Gedung Nusantara IV, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Minggu (27/4/2025).

Tak hanya itu, ia menegaskan bahwa pejabat publik memiliki kepentingan untuk menyampaikan hal-hal yang perlu disampaikan kepada masyarakat.

Hal tersebut menyangkut program-program pemerintah maupun hal-hal lainnya.

"Salah satu pekerjaan pejabat itu ya bicara, salah satu pekerjaan Pak Presiden Pak Wapres, para menteri ya bicara, menyampaikan hal yang menjadi kebijakan, masa orang bicara dilarang," katanya mengutip Antara.

Beragam Model

Bahkan, menurutnya, hal tersebut bisa disampaikan dengan beragam model yang bertujuan bisa sampai ke masyarakat.

"Tentu caranya macam-macam, modelnya macam-macam, yang penting pesannya sampai ke masyarakat," ujarnya.

Menurutnya, Langkah yang dilakukan Gibran merupakan hal positif dengan inisiatif menyampaikan informasi secara langsung.

"Karena itu, baik sekali kalau para pejabat bisa menyampaikan langsung informasi yang benar yang dimiliki, termasuk Pak Wapres," katanya.

Juri berharap masyarakat bisa mendapatkan informasi yang kebenarannya lebih akurat dengan memperoleh langsung dari sumbernya.

"Kami mengharapkan masyarakat mendapatkan informasi yang lebih benar, lebih langsung dari sumbernya, masyarakat tidak banyak mendapatkan informasi-informasi yang sudah di-cloning/framing gitu sehingga bias informasi," ucapnya.

Menurutnya, sebagai salah satu bentuk penyampaian informasi, video tersebut merupakan hal yang tidak perlu dipersoalkan karena berisi tanggapan atas sejumlah isu.

Sebelumnya, Gibran membahas soal tantangan masa depan Indonesia, mulai dari perang dagang, geopolitik, sampai perubahan iklim di media sosial pribadinya.

Tapi yang paling ditegaskan Gibran, yakni 'bonus demografi' yang disebutnya sebagai jawaban dari tantangan-tantangan besar itu.

Tak hanya itu, ia menyebut bahwa pada rentang tahun 2030 hingga 2045, Indonesia akan memiliki sekitar 208 juta penduduk usia produktif.

Menurutnya, hal tersebut merupakan angka besar yang oleh Gibran disebut sebagai 'kesempatan yang hanya datang sekali dalam sejarah peradaban bangsa.'

Mantan Wali Kota Solo itu juga turut menuliskan keterangan di akun Instagram @gibran_rakabuming yang diunggah Jumat (18/4/2025).

"Bonus demografi, peluang emas yang hanya datang sekali dalam kehidupan bangsa," kata Gibran seperti dikutip Senin (21/4/2025).

Dalam keterangannya, Putra Sulung Presiden Ketujuh Republik Indonesia ini mengajak seluruh generasi muda menjadi penggerak pembangunan, bukan sekadar penonton.

"Tanpa arah dan keberanian kita bersama, bonus demografi bisa jadi hanya sekadar angka statistik," ungkap Gibran.

Klise Bonus Demografi

Menanggapi monolog Gibran, Peneliti dari Center of Economics and Law Studies (Celios) Nailul Huda menilai narasi bonus demografi Indonesia hanya klise.

Menurutnya, Gibran seharusnya berkaca dari situasi ketersedian lapangan pekerjaan saat ini.

"Bonus demografi sudah menjadi bencana demografi ketika pemuda kita banyak yang menjadi pengangguran," kata Huda kepada Suara.com.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2024 tentang Tingkat Pengangguran Terbuka atau TPT berdasarkan kelompok usia, menunjukkan prosentase kelompok usia muda 15-19 tahun sebesar 22,34 persen, dan TPT usia 20-24 tahun sebesar 15,34 persen. Sementara persentase rata-rata TPT nasional berada di angka 4,91 persen.

"Artinya tingkat pengangguran nasional banyak disebabkan oleh pemuda yang menganggur. Kondisi tersebut bisa menyebabkan generasi pemuda kita akan mempunyai pendapatan terbatas, namun dihadapkan pada biaya hidup yang tinggi," jelas Huda.

Kondisi tersebut semakin mengkhawatirkan ketika banyak pemuda yang akhirnya bekerja menjadi setengah pengangguran yang jumlahnya semakin meningkat.

Mereka banyak bekerja di sektor informal yang tidak memberikan kesejahteraan yang lebih baik. Sehingga untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti asuransi kesehatan dan pendidikan mereka tidak sanggup.

Tak hanya itu, merujuk pada data BPS pada 2024 terdapat hampir 10 juta Gen Z atau anak muda berusia 15-24 tahun menganggur: tidak bekerja, tidak sedang menempuh pendidikan, dan pelatihan atau Not Employment, Education, or Training (NEET). Bahkan Indonesia pada 2021 pernah menempati prosentase NEET tertinggi di Asia Tenggara.

Sementara pada 2025, angka pemutusan hubungan kerja atau PHK mengalami peningkatan. Data Kementerian Ketenagakerjaan menunjukkan pada Januari hingga Februari terdapat 18.610 pekerja yang terkena PHK.

"Kondisi pemuda yang di kategori NEET, membuat bonus demografi menjadi ancaman nyata bahwa semakin banyak pengangguran usia muda ke depan," kata Huda.

Sumber: suara
Foto: Wakil Menteri Sekretaris Negara Juri Ardiantoro. [ANTARA FOTO/Muhammad Ramdan/YU]

Komentar