GELORA.ME - Dalam seratus hari pertamanya kembali menduduki Gedung Putih, Presiden Amerika Serikat Donald Trump telah mengguncang tatanan global.
Mulai dari perubahan drastis kebijakan luar negeri, peluncuran perang tarif baru, hingga langkah-langkah kontroversial di dalam negeri.
Kembali ke Ruang Oval pada 20 Januari 2025, Trump membuka babak baru pemerintahannya dengan rentetan tindakan yang mengirimkan gelombang kejut ke seluruh dunia, termasuk ke pasar keuangan internasional.
Berikut adalah 10 momen paling menonjol dari masa jabatan keduanya yang penuh gejolak sejauh ini:
20 Januari: 26 Dekrit di Hari Pertama
Trump memulai masa jabatan keduanya dengan menandatangani 26 dekrit eksekutif—jumlah terbanyak yang pernah dilakukan oleh seorang presiden AS dalam satu hari.
Dua langkah paling kontroversial adalah menarik AS keluar dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan mengampuni para perusuh Capitol yang menyerang Gedung Capitol pada 6 Januari 2021.
4 Februari: Usul Ambisius Ambil Alih Gaza
Dalam pertemuan dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, Trump menyampaikan ide mengejutkan: mengambil alih Jalur Gaza dan mengembangkannya menjadi “Riviera Timur Tengah.”
Ia bahkan menyatakan harapan agar warga Palestina dapat dipindahkan dari Gaza—pernyataan yang langsung menuai kecaman luas dari komunitas internasional.
12 Februari: Momen Musk dan DOGE
Trump menggelar konferensi pers bersama sekutunya, miliarder Elon Musk, dan putra Musk, X Æ A-Xii.
Musk kini mengepalai Departemen Efisiensi Pemerintah (DOGE), lembaga baru yang mengklaim bisa memangkas pemborosan federal.
Kritikus menyoroti potensi konflik kepentingan, namun Trump dan Musk menepisnya sebagai “politisasi yang tidak perlu.”
12 & 28 Februari: Menghangatkan Hubungan dengan Putin
Trump membuka kembali jalur diplomatik dengan Vladimir Putin, menutup tahun-tahun isolasi diplomatik Rusia.
Setelah panggilan 90 menit pada 12 Februari, disusul pertemuan lanjutan, hubungan AS-Rusia mulai pulih.
Sejauh ini, kerja sama mereka telah menghasilkan dua pertukaran tahanan, meski mengundang kekhawatiran Eropa.
14 Februari: Vance Tegur Eropa
Wakil Presiden JD Vance tampil keras di Konferensi Keamanan Munich. Ia mengecam pembatasan kebebasan berpendapat di Eropa, menyerukan peningkatan belanja militer, dan mengkritik kebijakan imigrasi mereka.
Retorika keras ini menandai berakhirnya kepastian lama tentang komitmen AS terhadap NATO dan sekutu Eropa.
28 Februari: Konfrontasi Terbuka dengan Zelenskyy
Dalam pertemuan yang disiarkan langsung, Trump dan Vance menyerang Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy, menuduhnya tidak berterima kasih atas bantuan AS.
Kritik tersebut dianggap sebagai bentuk keberpihakan pada Rusia oleh sejumlah politisi AS, termasuk Pemimpin Minoritas Senat Demokrat Chuck Schumer, yang menyebut mereka “melakukan pekerjaan kotor Putin.”
7 Maret: Tekanan terhadap Universitas
Pemerintahan Trump menuduh beberapa universitas ternama AS, termasuk Columbia dan Harvard, membiarkan anti-Semitisme berkembang dalam protes anti-perang Gaza.
Pemerintah mencabut hibah senilai $400 juta (sekitar Rp6,4 triliun) dari Columbia dan membekukan $2,2 miliar (sekitar Rp35 triliun) dana federal ke Harvard, bahkan mengancam mencabut status bebas pajak mereka.
15 Maret: Deportasi Massal ke El Salvador
Trump memanfaatkan celah hukum masa perang untuk mendeportasi lebih dari 200 tersangka anggota geng ke penjara keamanan tinggi di El Salvador.
Meski ditantang oleh pengadilan, pemerintah menolak mundur. Seorang hakim federal menyebut pemerintah “berpotensi melakukan penghinaan terhadap pengadilan.”
26 Maret: Klaim atas Greenland
Trump kembali mengungkap keinginannya agar AS mengambil alih Greenland, mengklaim pulau itu penting bagi “keamanan internasional.”
Meski mendapat penolakan keras dari pemerintah Denmark, Trump tidak menutup kemungkinan penggunaan kekuatan.
Wakil Presiden Vance dan istrinya yang berkunjung ke Greenland bahkan tidak bertemu warga lokal, hanya mengunjungi pangkalan militer AS.
2–9 April: Perang Tarif Baru
Trump mengumumkan gelombang tarif terhadap mayoritas negara dunia, menuding mereka mengambil keuntungan dari AS.
Pada 9 April, hari ketika tarif mulai berlaku, ia mengurangi tarif umum menjadi 10 persen selama 90 hari, tetapi tetap menaikkan tarif terhadap impor dari China hingga 145 persen.
Langkah ini langsung mengguncang pasar global, harga emas melonjak, nilai dolar terpukul, dan ketidakpastian membayangi pemulihan ekonomi global.
Sumber: Suara
Artikel Terkait
Pengacara Penggugat Ijazah Jokowi Ternyata Tersangka Pemalsuan Dokumen
Video Warung Madura Viral! Warganet Auto Berburu Link, Siapakah Sosok Baju Kuning yang Lakukan VC?
Klarifikasi Guru Gunting Seragam Siswa: Baju Bergambar Geng-gengan Digunting Atas Perintah Orangtua
Netizen Heran, Tugu Titik Nol IKN Ternyata Terpasang Lorem Ipsum, Bukan Tulisan Asli