Reshuffle Kabinet Prabowo: Perlu Segera, Demi Hentikan Bayang-Bayang Jokowi!

- Jumat, 18 April 2025 | 11:45 WIB
Reshuffle Kabinet Prabowo: Perlu Segera, Demi Hentikan Bayang-Bayang Jokowi!


Reshuffle Kabinet Prabowo: Perlu Segera, Demi Hentikan Bayang-Bayang Jokowi!


Oleh: Efriza

Peneliti Senior Citra Institute


Langkah Presiden Prabowo Subianto untuk merombak jajaran kabinet atau reshuffle bukan hanya soal teknis kinerja, melainkan keputusan strategis untuk memastikan arah kepemimpinan nasional berada di bawah kendali penuh dirinya, bukan bayang-bayang Jokowi.


Isu reshuffle mencuat pasca sejumlah menteri sowan ke Presiden Joko Widodo saat Idulfitri. Bagi publik, ini sekadar silaturahmi.


Namun dalam perspektif politik kekuasaan, momen itu menyisakan pesan yang tak bisa diabaikan: loyalitas sebagian menteri Prabowo masih condong ke Jokowi.


Kenapa reshuffle itu penting? Ada beberapa indikator krusial:


Pertama, performa kerja sejumlah menteri loyalis Jokowi tidak menunjukkan hasil yang signifikan.


Publik kecewa, tetapi Presiden diam. Ini bisa menggerus kredibilitas.


Kedua, komunikasi politik yang buruk. Contoh paling nyata adalah pernyataan bahwa Jokowi masih dianggap “bos” oleh menterinya, meski kemudian diralat.


Ralat itu tidak menghapus kesan, justru menegaskan arah loyalitas yang menyimpang dari garis pemerintahan.


Ketiga, pelanggaran etika kenegaraan. Seperti Menteri Koperasi yang membahas program strategis bersama Jokowi, padahal Jokowi bukan lagi pemegang mandat.


Jika pun ingin meminta pendapat, mestinya dilakukan secara resmi dan diketahui Presiden Prabowo. Ini menyangkut prinsip tata kelola pemerintahan yang transparan dan hierarkis.


Dampak Bila Tidak Ada Reshuffle


Jika Presiden Prabowo terus diam dan tidak mengambil sikap tegas terhadap menteri-menteri loyalis Jokowi, maka efek domino tak bisa dihindari.


Mereka akan makin sering sowan ke Jokowi, bahkan membahas urusan kementerian bersama mantan presiden tersebut.


Di sisi lain, Jokowi akan merasa dirinya tetap punya andil dalam pemerintahan, padahal mandat itu sudah berpindah.


Lebih dari sekadar simbolik, reshuffle adalah tes kepemimpinan.


Ketidaktegasan Prabowo akan memperkuat persepsi bahwa pemerintahan ini masih di bawah kendali Jokowi.


Bahkan, narasi lama soal “Presiden boneka” yang dulu sempat disematkan kepada Jokowi (dengan Megawati sebagai tokoh sentral) bisa terulang kepada Prabowo, hanya dengan aktor berbeda.


Antara Niat Baik dan Celah Politik


Prabowo punya niat mulia: mempersatukan para mantan presiden demi kepentingan nasional.


Tapi Jokowi memaknainya secara politis. Ia merasa berkontribusi besar atas kemenangan Prabowo, merasa punya hak untuk tetap memberi arah pada menteri-menteri loyalnya.


Ini masalah serius. Presiden Prabowo diam saja saat kendali pemerintahannya direcoki dari belakang.


Diam bukanlah strategi jika akhirnya membentuk persepsi bahwa Prabowo hanyalah Presiden formalitas, sementara kendali sebenarnya tetap di tangan Jokowi.


Sebagai pimpinan Partai Gerindra, Prabowo semestinya menunjukkan ketegasan.


Ia pernah menyindir Jokowi sebagai “boneka Megawati”. Kini, publik menunggu apakah ia berani membuktikan bahwa ia bukan “boneka” dari presiden sebelumnya.


Momentum Menegaskan Arah Pemerintahan


Reshuffle adalah langkah awal untuk menunjukkan siapa yang sebenarnya memegang kemudi negeri ini.


Presiden Prabowo perlu menegur, mengevaluasi, dan bila perlu memberhentikan menteri-menteri yang tidak loyal.


Ini bukan semata untuk menjaga wibawa, tapi menyelamatkan marwah pemerintahan dan partai yang mengusungnya.


Kalau reshuffle saja tak dilakukan, bagaimana mungkin publik percaya bahwa Prabowo benar-benar pemimpin sejati, bukan sekadar pelaksana kehendak sang pendahulu?


***

Komentar