'Kecerdikan Jokowi Memainkan Isu Dugaan Ijazah Palsu'
Oleh: Rokhmat Widodo
Pengamat Politik dan Kader Muhammadiyah Kudus
Isu mengenai dugaan ijazah palsu yang menimpa Joko Widodo (Jokowi) sebenarnya telah berhembus sejak masa awal pemerintahannya.
Namun, setelah tidak menjabat Presiden RI, isu ini kembali mencuat, seakan menjadi bola panas yang sengaja dilempar ke tengah publik.
Alih-alih panik atau membantah dengan keras, Jokowi justru menanggapi isu ini dengan strategi komunikasi yang amat cerdik.
Pada satu kesempatan, Jokowi memperlihatkan ijazahnya kepada wartawan, namun tidak memperkenankan para jurnalis untuk memotretnya.
Tindakan ini bukanlah kebetulan, melainkan manuver komunikasi politik yang disengaja.
Dengan langkah ini, Jokowi seolah berkata: “Ini ijazah saya, tapi kalian tidak bisa menyimpannya, hanya melihatnya sebentar.”
Hasilnya? Muncul berbagai interpretasi, spekulasi, bahkan perdebatan di ruang publik.
Dan yang paling penting: nama Jokowi kembali memenuhi ruang-ruang pemberitaan dan media sosial.
Dalam dunia politik modern, terutama di era pasca-kebenaran (post-truth), persepsi jauh lebih penting daripada realitas. Jokowi memahami betul prinsip ini.
Ia tidak berusaha keras untuk membantah atau membungkam isu tersebut, tetapi justru membiarkannya bergulir dengan arah yang ia kendalikan. Ia menciptakan “noise” yang dikalkulasi.
Dengan memperlihatkan dokumen tanpa memperbolehkan dokumentasi, ia memberikan ‘umpan’ kepada publik agar terus memperbincangkannya.
Langkah ini membuat dirinya kembali relevan, bahkan setelah tak lagi memegang jabatan. Strategi ini sejalan dengan prinsip “keep the buzz alive“, strategi yang biasa digunakan politisi yang ingin tetap berpengaruh di arena politik pasca-kekuasaan.
Dalam hal ini, Jokowi menggunakan isu negatif untuk menghasilkan dampak politik positif: mempertahankan perhatian dan eksistensinya di ruang publik.
Kecerdikan Jokowi tidak hanya berhenti di pengelolaan isu, tetapi juga dalam menjadikan media sebagai mitra komunikasi politik.
Hampir setiap aktivitas Jokowi—dari blusukan hingga kegiatan keluarga—terliput oleh media.
Ia tahu bahwa dalam politik era digital, persepsi dibangun oleh pemberitaan, bukan hanya oleh fakta.
Ketika isu ijazah mencuat, Jokowi tidak berbicara di podium resmi, melainkan lewat momen informal yang terekam oleh media.
Ia membiarkan narasi terbentuk bukan dari pernyataan langsung, tetapi dari framing media.
Ia sadar, narasi yang dibangun oleh pihak ketiga cenderung lebih dipercaya oleh publik daripada klaim sepihak.
Langkah ini juga dapat dibaca sebagai cara Jokowi untuk menjaga basis loyalisnya.
Dengan tampil tenang dan tersenyum menghadapi tudingan serius, ia menunjukkan citra sebagai pemimpin yang tak mudah terpancing.
Simpati pun mengalir, terutama dari mereka yang sudah sejak lama mendukungnya. Narasi “Jokowi difitnah” atau “Presiden merakyat tetap difitnah” menjadi bagian dari konstruksi emosi yang memperkuat ikatan politik antara Jokowi dan pendukungnya.
Di sisi lain, pihak yang terus menggulirkan isu ini bisa saja dilihat publik sebagai terlalu bernafsu menyerang pribadi, bukan substansi. Hal ini justru bisa berbalik menjadi bumerang politik bagi lawan-lawannya.
Yang sedang dimainkan Jokowi bukan sekadar pembelaan atas nama baik, tetapi penciptaan memori politik.
Ia ingin agar sejarah mencatat bahwa ia pernah difitnah, tetapi ia menghadapinya dengan elegan.
Ia menciptakan kesan abadi sebagai sosok yang tetap tenang di tengah badai. Ini adalah bagian dari strategi naratif jangka panjang, yang tak hanya berlaku untuk pemilu lima tahunan, tetapi untuk membentuk warisan politik (political legacy).
Dalam konteks ini, Jokowi bukan hanya politisi, tapi juga seorang storyteller politik yang cerdik.
Ia tahu kapan harus berbicara, dan kapan harus diam. Ia tahu bagaimana menciptakan tanda tanya yang lebih memikat daripada jawaban.
Dan yang paling penting, ia tahu bagaimana menjadikan dirinya tetap relevan dalam percaturan politik nasional, bahkan setelah masa jabatannya berakhir.
***
Artikel Terkait
Gunung Marapi Meletus, Lontarkan Abu Vulkanik Setinggi 1.000 Meter
Modus Diduga Dokter Kandungan Cabul di Garut Lancarkan Aksinya Terungkap, Mulai Mengunci Pintu Kamar
Lisa Mariana Bantah Pengakuan Revelino Tuwesey sebagai Ayah Biologis Anaknya: Mau Pansos!
Geger Penemuan Mayat Bidan di Kamar Mandi, Diduga Kena Setrum Listik