Ijazah Yang Tak Pernah Ada: Ketika Kebohongan Menjadi Fondasi Kekuasaan

- Rabu, 16 April 2025 | 11:50 WIB
Ijazah Yang Tak Pernah Ada: Ketika Kebohongan Menjadi Fondasi Kekuasaan


Ijazah Yang Tak Pernah Ada: 'Ketika Kebohongan Menjadi Fondasi Kekuasaan'


Oleh: Ali Syarief

Akademisi


Ada yang tak lazim dalam peristiwa yang mestinya menjernihkan, tapi justru makin mengaburkan. 


Tim Geruduk UGM, yang digadang-gadang akan menumpas keraguan publik soal keaslian ijazah Presiden Joko Widodo, justru menambah satu lapis baru dalam kamus kebingungan nasional: datang tanpa membawa bukti, pulang dengan klaim “sudah puas.” Tapi tak satu pun bukti itu ditunjukkan ke publik.


Sebegitu sulitkah membuktikan keaslian sebuah ijazah?


Kalau benar ada, tinggal perlihatkan. Sertakan transkrip nilai, nomor induk mahasiswa, foto kelulusan, bahkan kalau perlu testimoni dosen pembimbing. Semua bisa diverifikasi. 


Namun yang terjadi malah sebaliknya: UGM bergeming, tak satu dokumen pun dikeluarkan secara resmi, dan tim yang mengklaim melakukan klarifikasi tak menjelaskan apa pun selain narasi yang dibungkus kata “percaya.”


Di luar pagar kampus, publik justru makin meradang. Mereka mengingat bagaimana ijazah adalah syarat mutlak untuk bisa mencalonkan diri sebagai presiden. 


Ini bukan soal selembar kertas, tapi soal legalitas konstitusional. Dan jika syarat dasar itu saja ternyata diselimuti kabut, lalu bagaimana dengan syarat-syarat lain dalam proses pemilu?


“Kepercayaan publik itu dibangun dari transparansi, bukan dari percaya-percayaan,” kata Koordinator Tim Advokasi Ijazah Jokowi Watch, Damai Hari Lubis, yang menyebut bahwa hingga kini tidak ada dokumen resmi dari UGM yang bisa diuji secara publik maupun hukum.


Tak ada bukti, tak ada dokumen, tapi ada banyak manuver. Itulah yang membuat dugaan kian berkembang. 


UGM sebagai institusi pendidikan justru terlihat seperti terperangkap dalam ketakutan. 


Apakah ini tekanan kekuasaan? Apakah ini bagian dari “merawat cerita palsu” yang sudah telanjur dijalankan terlalu jauh?


Apa pun jawabannya, fakta tetap satu: kebohongan, jika terus dibiarkan, akan menjadi sistem. 


Dan sistem yang berdiri di atas kebohongan tak akan pernah membawa negeri ini ke arah yang adil dan benar.


Kita seperti sedang menyaksikan satu persatu fondasi demokrasi dibongkar dan diganti dengan propaganda. 


Dari upaya menjegal calon pemimpin oposisi, hingga pembiaran terhadap polemik ijazah yang tak kunjung selesai. 


Yang tak kalah menyakitkan adalah kesan bahwa publik dianggap bodoh dan mudah dilupakan. 


Padahal, rakyat hari ini melek hukum, paham digital, dan jeli membaca sinyal.


Tak perlu berpura-pura seolah semua baik-baik saja. Justru dengan membiarkan isu ini menggantung, kekuasaan sedang menggali lubang buat dirinya sendiri. 


Karena dalam sejarah republik ini, kebohongan tak pernah bertahan lama. Ia bisa disangkal, dibungkam, bahkan direkayasa, tapi pada akhirnya akan meledak di hadapan sejarah.


Dan percayalah, It’s a matter of time!


***


Sumber: FusilatNews

Komentar