Menuju Jogja: 'Misi Membongkar Legitimasi Akademik Jokowi!'
Oleh: Ali Syarief
Akademisi
Salah seorang tokoh yang ikut muhibah ke Jogya ~ Solo, Damai hari Lubis, mengabarkan kejadian di tol Cikopo; Bus kami “terhalang” ada insidens di tol Cikopo-Palimanan (km 182).
Menurut google map, 6 jam lagi sampai ke Jogja, sedangkan kami ditunggu pihak ugm jam 8.
Kabarnya akibat insiden ini 3 meninggal, luka 7 orang, yg ada lewat hanya ambulan 2 tanpa terlihat mbl derek (?).
Di jalan tol Cikopo-Palimanan, tepatnya di kilometer 182, bus kami tertahan.
Menurut Google Maps, setidaknya enam jam lagi kami akan tiba di Yogyakarta, padahal pihak Universitas Gadjah Mada (UGM) telah menunggu kami pukul delapan pagi.
Situasi di tol cukup menggelisahkan: dikabarkan ada insiden kecelakaan maut—tiga meninggal dunia, tujuh lainnya luka-luka.
Anehnya, hanya dua ambulans melintas, dan belum tampak satu pun mobil derek. Kami bertanya-tanya dalam diam: ada apa sebenarnya?
Namun bukan hanya lalu lintas yang membuat perjalanan ini terasa ganjil. Kami, Tim Pencari Urusan Akademik (TPUA), tengah dalam misi—misi kebenaran.
Tujuan kami: Yogyakarta dan Solo. Lebih spesifik lagi, menyusuri jejak akademik Presiden Joko Widodo yang belakangan kembali diterpa isu lama: dugaan ijazah palsu.
Sebuah Misi, Sebuah Tuduhan Lama
Isu mengenai keaslian ijazah Jokowi memang bukan kabar baru. Namun ia tak pernah benar-benar sirna, seolah menjadi bayangan yang mengikuti sang presiden ke mana pun ia melangkah.
Beberapa waktu lalu, dokumen gugatan hukum terhadap keabsahan ijazah itu ditolak oleh pengadilan dengan alasan yang banyak dinilai publik sebagai formalistis dan terkesan menghindar dari substansi.
Namun belakangan ini, isu tersebut kembali mencuat setelah munculnya sejumlah kesaksian dan investigasi baru yang menyebutkan adanya kejanggalan dalam data akademik Jokowi semasa kuliah di Fakultas Kehutanan UGM.
TPUA tidak ingin menuduh, apalagi memvonis. Kami hanya ingin menyusun fakta dan menelusuri jejak.
Kenapa Harus Sekarang?
Karena rakyat berhak tahu siapa pemimpinnya sebenarnya. Ketika segala hal yang menyangkut kredibilitas akademik seorang kepala negara menjadi rahasia yang dilindungi begitu kuat, bahkan dengan pengabaian atas hak publik untuk tahu, maka demokrasi sedang dalam bahaya.
Momen ini pun terasa mendesak. Setelah pemilu usai, wacana tentang Jokowi sebagai “king maker” atau bahkan calon pemegang kendali kekuasaan di balik layar kian nyaring terdengar.
Bagaimana mungkin seseorang yang belum tuntas menjelaskan hal mendasar seperti riwayat akademiknya dibiarkan mengatur arah bangsa ke depan?
Tol yang Macet, Negara yang Mandek
Di tengah kebekuan arus di tol Cipali, pikiran kami justru mengalir ke arah yang lain: barangkali ini bukan hanya soal kecelakaan.
Barangkali ini adalah simbol—tentang bagaimana kebenaran di negeri ini pun seringkali macet di tengah jalan.
Apakah perjalanan kami ini hanya akan menjadi bagian dari daftar panjang usaha rakyat yang dibuntukan oleh sistem?
Aneh, ketika yang lewat hanya ambulans, dan mobil derek belum tampak. Dalam hati kami bertanya: apakah hanya infrastruktur jalan yang lamban ditangani, ataukah ini cerminan dari sistem hukum yang juga tak sigap saat kebenaran ingin lewat?
Jogja dan Solo: Dua Kota, Dua Simbol
Yogyakarta adalah kota ilmu, tempat UGM berdiri sebagai simbol kredibilitas akademik.
Di sanalah kami berharap bisa mengonfirmasi langsung: apakah benar Jokowi pernah menjadi mahasiswa resmi, apakah dokumen-dokumen yang ada benar-benar autentik?
Kami akan mendatangi fakultas, menemui dosen lama, hingga alumni sezaman jika memungkinkan.
Solo adalah kampung halaman Jokowi. Di sana, jejak masa lalunya tersimpan dalam bentuk yang lebih sosial: tetangga, teman sekolah, para guru di SMAN 6.
Di kota ini kami ingin menelusuri jenjang sebelumnya sebelum ia “menjadi mahasiswa UGM” seperti yang diklaim.
Kesimpulan Sementara: Kami Tak Akan Berhenti
Meski perjalanan ini terhambat oleh insiden yang belum jelas penyelesaiannya, kami yakin satu hal: kebenaran tidak akan macet. Kami akan terus bergerak, menjelajah, menelisik.
Karena rakyat berhak tahu siapa pemimpinnya. Karena ijazah bukan sekadar selembar kertas—ia adalah simbol integritas dan kejujuran seorang pemimpin.
Dan jika benar kecurigaan itu, jika dugaan pemalsuan ijazah itu sahih, maka sejarah akan mencatat bahwa bangsa ini pernah dibohongi oleh simbol kekuasaannya sendiri.
Yogyakarta masih jauh. Tapi semangat kami sudah sampai di sana. Kebenaran sedang menuju—meski harus melewati kemacetan, manipulasi, dan upaya pengaburan.
***
Sumber: FusilatNews
Artikel Terkait
Keluarga Rayen Pono Tak Terima Marganya Diganti Porno, Tuntut Ahmad Dhani Minta Maaf Secara Adat
Ayu Aulia Ngaku Pernah Jadi Tempat Curhat Ridwan Kamil Soal Hubungannya dengan Lisa Mariana
Heboh Ijazah Jokowi, UGM Tegas: Kami Punya Bukti, Skripsi Tersimpan di Perpustakaan
Heboh Bus TransJakarta Kena Tilang di Jalur Sendiri, Begini Penjelasan Polda Metro