Mimpi Anak Bangsa Dikhianati: Sukiyat vs Raksasa Astra, Siapa Yang Membunuh ESEMKA?

- Sabtu, 12 April 2025 | 14:05 WIB
Mimpi Anak Bangsa Dikhianati: Sukiyat vs Raksasa Astra, Siapa Yang Membunuh ESEMKA?


Mimpi Anak Bangsa Dikhianati: Sukiyat vs Raksasa Astra, Siapa Yang Membunuh ESEMKA?


Bayangkan seorang pria difabel, berjuang dari nol di Klaten, Jawa Tengah, dengan mimpi besar: mobil nasional untuk rakyat Indonesia. 


H. Sukiyat, penggagas Esemka dan Alat Mekanis Multiguna Perdesaan (AMMDes), adalah simbol keberanian anak bangsa. 


Ia tak punya kaki sempurna, tapi visinya menjulang tinggi—memberi petani alat untuk bangkit, menjadikan Indonesia tuan di industri otomotif sendiri. 


Tapi mimpi itu kini remuk. Di tangan siapa? PT Astra Otoparts, raksasa korporasi yang menguasai pasar otomotif Indonesia.


Ini bukan sekadar gugatan di pengadilan. Ini adalah pertarungan Daud melawan Goliat. 


H Sukiyat menyeret Astra ke Pengadilan Negeri Jakarta Utara, menuntut Rp100 miliar atas pengkhianatan yang terstruktur. 


Apa yang terjadi? Astra, dengan janji manis, menggandeng H Sukiyat untuk mengembangkan AMMDes pada 2018. 


Investasi Rp300 miliar mengalir, Presiden Joko Widodo merestui, Menteri Airlangga Hartarto menyaksikan. 


Dunia melihat Indonesia siap melahirkan kebanggaan baru. Tapi apa kenyataannya? Proyek itu dimatikan pelan-pelan. 


H Sukiyat, sang inisiator, “dikebiri” haknya melalui dokumen curang dan negosiasi yang menjebak.


Bahwa Astra menjanjikan Rp100 miliar untuk hak H Sukiyat sebagai penggagas. 


Tapi yang dibayar cuma Rp33 miliar, diserahkan di bandara seperti transaksi gelap. 


Sisanya? Nol. Nol rupiah, nol penjelasan, nol itikad baik. Dokumen tanpa tanggal, pertemuan yang berpindah-pindah, dan tiba-tiba komunikasi diputus. 


Astra, dengan tim hukum elite dan laba triliunan, berpaling seolah H Sukiyat tak pernah ada. 


Sidang perdana pada 10 Maret 2025? Astra bahkan tak muncul, seolah hukum adalah permainan yang bisa mereka beli.


Tapi ini lebih dari soal uang. Ini tentang pengkhianatan terhadap mimpi nasional. 


Esemka, yang dulu digaungkan sebagai simbol kemandirian, kini jadi puing. 


AMMDes, yang dirancang untuk petani dan diekspor ke Nigeria, kini tinggal kenangan. 


Siapa yang diuntungkan dari kegagalan ini?


Astra, yang menguasai pasar dengan Toyota dan Daihatsu, tak ingin saingan lokal bangkit. Mereka tak ingin Esemka hidup. Mereka tak ingin H Sukiyat menang.


Dan di balik layar, ada aroma permainan elite. Mengapa proyek yang didukung presiden dan menteri bisa mati begitu saja? 


Mengapa pemerintah bungkam ketika Sukiyat dipermainkan? Mengapa dua petinggi Astra mengundurkan diri tepat di tengah gugatan ini? Ini bukan kebetulan. 


Ini adalah skenario terencana untuk memastikan Indonesia tetap jadi pasar, bukan pencipta.


Korporasi besar, dengan jaringan politik dan lobi kuat, bermain di level yang tak bisa disentuh rakyat kecil.


H Sukiyat bukan cuma melawan Astra. Dia melawan sistem yang membiarkan raksasa korporasi menginjak anak bangsa. 


Dia melawan monopoli yang mencekik inovasi lokal. H Sukiyat melawan pengkhianatan terhadap petani, pekerja, dan generasi muda yang pernah percaya pada Esemka. 


Tapi H Sukiyat tak sendiri. Kita, rakyat Indonesia, punya suara. Kita punya hati. Kita punya hak untuk menuntut keadilan.


Sekarang saatnya bertanya: sampai kapan kita diam melihat mimpi anak bangsa dihancurkan? 


Sampai kapan kita membiarkan korporasi besar berpesta di atas penderitaan seperti H Sukiyat? 


Ini bukan cuma perjuangan seorang difabel dari Klaten. Ini perjuangan kita semua untuk Indonesia yang adil, yang bangga pada karya anak negeri.


Teriakkan kebenaran ini di media sosial. Ceritakan kisah H Sukiyat ke teman, keluarga, dunia. 


Desak Astra untuk bertanggung jawab. Desak pemerintah untuk melindungi inovator lokal. 


Karena jika Sukiyat kalah, kita semua kalah. Tapi jika kita bersatu, mimpi Esemka bisa hidup kembali—lebih kuat, lebih nyata.


***


Sumber: MonitorIndonesia

Komentar