Jakarta: Cawe-cawe urusan Pilpres melekat dengan Presiden Jokowi akhir-akhir ini. Terlepas dari kritikan tersebut, nyatanya presiden tetap menunjukkan antusiasnya dalam urusan Pilpres 2024 dengan menghadiri acara musyawarah rakyat (Musra) yang digelar Relawan Jokowi.
Dalam kesempatan tersebut, Presiden Jokowi menyatakan dirinya akan membisiki partai-partai soal capres-cawapres usulan musra. Tidak cukup itu saja, Presiden Jokowi juga berniat kembali mengumpulkan ketua umum partai politik dalam waktu dekat usai menghadiri musra.
Juru bicara Partai Demokrat, Herzaki Mahendra Putra secara tegas mengkritik tindakan Jokowi. "(Presiden) seharusnya fokus mengurus rakyat di masa akhir jabatannya," kata Herzaki Mahendra Putra dikutip dari Metro TV, Senin, 15 Mei 2023.
Menurut Herzaki, bukan tugas Presiden untuk mencari penerusnya. Hal itu seharusnya tugas partai politik dan relawan. Relawan bantah Jokowi cawe-cawe
Sementara itu, dalam kesempatan yang sama Ketua Umum Relawan Projo, Budi Arie Setiadi tidak sepakat dengan istilah Presiden Jokowi melakukan cawe-cawe di Pilpres 2024. Menurutnya, hal itu merupakan sebuah framing.
"Bagi kami Presiden Jokowi tidak cawe-cawe, tapi Presiden Jokowi ingin bertanggung jawab terhadap keberlanjutan proses politik dan demokrasi," jelas Budi.
Baca: Singgung Bisikan Jokowi ke Parpol, JK: Tak Ada di Era SBY dan Megawati!
Ia menuturkan bahwa musra yang digelar oleh relawan Projo adalah suara rakyat bukan suara elite. "Itu merupakan bentuk tanggung jawab, bukan cawe-cawe. Musyawarah rakyat ini momentum partisipasi sehingga partisipasi sangat diperlukan pada demokrasi," kata Budi.
Relawan Projo mengaku hanya menyaring nama-nama yang terekam dalam proses musyawarah rakyat yang dilakukan di seluruh Indonesia. Selanjutnya, hak pencalonan capres adalah wewenang partai politik atau gabungan partai politik. Urusan capres dan cawapres bukan ranah Presiden
Di sisi lain, Analis Politik Indostrategic, Ahmad Khoirul Umam menilai apa yang dilakukan Jokowi pada dasarnya bukan ranah seorang presiden.
"Problemnya adalah ketika presiden terlalu jauh masuk dalam ruang yang sebenarnya bukan wilayah dia. Kemudian dia berpotensi mencerna itu sebagai sebuah upaya presiden untuk menunjukkan beliau masih ingin menjadi 'king maker' sekaligus menentukan ranah yang sebenarnya yang bukan ranah beliau," jelas Umam.
Umam menyebut soerang presiden adalah simbol negara. Suatu simbol negara harus memayungi semua elemen kekuatan negara.
"Rumus pemilu yang terbuka, adil, dan demokratis mensyaratkan hadirnya kekuasaan negara yang netral," ungkap Umam.
"Jika presiden menunjukkan keberpihakannya, maka hal itu berpotensi menyeret, mempolitisasi terjadinya proses yang tidak dikehendaki," pungkasnya.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news GELORA.ME
Sumber: medcom.id
Artikel Terkait
Kekaburan Ijazah Jokowi dan Gibran: Menggugat Integritas Kepemimpinan
Gibran dan Ilusi Petarung: Ketika Privilege Nepotisme Bicara Tentang Perjuangan
Diungkap Hotman Paris, Paula Verhoeven Akui Berduaan dengan Pria Lain di Kamar
IG Sespimmen Polri Hapus Foto Jokowi Langsung Disorot Suryo Prabowo, Ijazah Jokowi Kembali Disindir