Presiden Prabowo Diminta Memilih Megawati: Tak Usah Lagi Menanggung Beban Politik Jokowi!

- Minggu, 20 April 2025 | 22:10 WIB
Presiden Prabowo Diminta Memilih Megawati: Tak Usah Lagi Menanggung Beban Politik Jokowi!




GELORA.ME - Pengamat politik Ray Rangkuti meminta Presiden Prabowo Subianto untuk memilih berkawan dengan Megawati Soekarnoputri dibanding dengan Jokowi.


Prabowo juga diminta agar jangan lagi berada dalam bayang-bayang Jokowi. Prabowo sudah saatnya menggandeng kekuatan baru dalam mensukseskan pemerintahannya.


Ray Rangkuti juga meminta Prabowo agar melakukan langkah "de-Jokowisasi" secara perlahan atau mengurangi kedekatan dengan Jokowi secara perlahan.


Menurut Ray, pertemuan Prabowo dengan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri beberapa waktu lalu memberi sinyal penting terkait arah politik Prabowo ke depan.


"Presiden Prabowo harus memperlihatkan bahwa dirinya berbeda dengan Joko Widodo. Anda nggak bisa menanggung beban politik Pak Jokowi menjadi beban politik dirimu," kata Ray lewat kanal YouTube Forum Keadilan TV, Minggu (20/4/2025).


Ray menambahkan, Jokowi kini tidak memiliki partai dan sedang menjadi sorotan tajam, terutama karena gaya kepemimpinannya yang dianggap memundurkan demokrasi di Indonesia.


Ray menyebut salah satu langkah strategis bagi Prabowo adalah melakukan "de-Jokowisasi" secara perlahan. 


Langkah ini bisa dimulai dengan mengurangi kesan kedekatan antara dirinya dan Jokowi.


Kemudian mengecilkan pengaruh orang-orang Jokowi di kabinet, serta meminimalisir keterlibatan kelompok relawan dalam proses politik ke depan.


Menurut pria asal Mandailing Natal ini, jika Prabowo tetap berada dalam bayang-bayang Jokowi, ia berpotensi diserang dari dua sisi yakni secara politik maupun ekonomi.


Maka, rekonsiliasi dengan Megawati dan PDIP bisa menjadi langkah taktis untuk membangun fondasi pemerintahan yang lebih stabil dan berjarak dari warisan kontroversial pemerintahan sebelumnya.


"Kelihatannya bagi Prabowo pilihannya adalah Megawati Soekarnoputri masa depannya dan Pak Jokowi masa lalunya," tegas Ray Rangkuti.


***


Reshuffle Kabinet Prabowo: Perlu Segera, Demi Hentikan Bayang-Bayang Jokowi!




Oleh: Efriza

Peneliti Senior Citra Institute


Langkah Presiden Prabowo Subianto untuk merombak jajaran kabinet atau reshuffle bukan hanya soal teknis kinerja, melainkan keputusan strategis untuk memastikan arah kepemimpinan nasional berada di bawah kendali penuh dirinya, bukan bayang-bayang Jokowi.


Isu reshuffle mencuat pasca sejumlah menteri sowan ke Presiden Joko Widodo saat Idulfitri. Bagi publik, ini sekadar silaturahmi.


Namun dalam perspektif politik kekuasaan, momen itu menyisakan pesan yang tak bisa diabaikan: loyalitas sebagian menteri Prabowo masih condong ke Jokowi.


Kenapa reshuffle itu penting? Ada beberapa indikator krusial:


Pertama, performa kerja sejumlah menteri loyalis Jokowi tidak menunjukkan hasil yang signifikan.


Publik kecewa, tetapi Presiden diam. Ini bisa menggerus kredibilitas.


Kedua, komunikasi politik yang buruk. Contoh paling nyata adalah pernyataan bahwa Jokowi masih dianggap “bos” oleh menterinya, meski kemudian diralat.


Ralat itu tidak menghapus kesan, justru menegaskan arah loyalitas yang menyimpang dari garis pemerintahan.


Ketiga, pelanggaran etika kenegaraan. Seperti Menteri Koperasi yang membahas program strategis bersama Jokowi, padahal Jokowi bukan lagi pemegang mandat.


Jika pun ingin meminta pendapat, mestinya dilakukan secara resmi dan diketahui Presiden Prabowo. Ini menyangkut prinsip tata kelola pemerintahan yang transparan dan hierarkis.


Dampak Bila Tidak Ada Reshuffle


Jika Presiden Prabowo terus diam dan tidak mengambil sikap tegas terhadap menteri-menteri loyalis Jokowi, maka efek domino tak bisa dihindari.


Mereka akan makin sering sowan ke Jokowi, bahkan membahas urusan kementerian bersama mantan presiden tersebut.


Di sisi lain, Jokowi akan merasa dirinya tetap punya andil dalam pemerintahan, padahal mandat itu sudah berpindah.


Lebih dari sekadar simbolik, reshuffle adalah tes kepemimpinan.


Ketidaktegasan Prabowo akan memperkuat persepsi bahwa pemerintahan ini masih di bawah kendali Jokowi.


Bahkan, narasi lama soal “Presiden boneka” yang dulu sempat disematkan kepada Jokowi (dengan Megawati sebagai tokoh sentral) bisa terulang kepada Prabowo, hanya dengan aktor berbeda.


Antara Niat Baik dan Celah Politik


Prabowo punya niat mulia: mempersatukan para mantan presiden demi kepentingan nasional.


Tapi Jokowi memaknainya secara politis. Ia merasa berkontribusi besar atas kemenangan Prabowo, merasa punya hak untuk tetap memberi arah pada menteri-menteri loyalnya.


Ini masalah serius. Presiden Prabowo diam saja saat kendali pemerintahannya direcoki dari belakang.


Diam bukanlah strategi jika akhirnya membentuk persepsi bahwa Prabowo hanyalah Presiden formalitas, sementara kendali sebenarnya tetap di tangan Jokowi.


Sebagai pimpinan Partai Gerindra, Prabowo semestinya menunjukkan ketegasan.


Ia pernah menyindir Jokowi sebagai “boneka Megawati”. Kini, publik menunggu apakah ia berani membuktikan bahwa ia bukan “boneka” dari presiden sebelumnya.


Momentum Menegaskan Arah Pemerintahan


Reshuffle adalah langkah awal untuk menunjukkan siapa yang sebenarnya memegang kemudi negeri ini.


Presiden Prabowo perlu menegur, mengevaluasi, dan bila perlu memberhentikan menteri-menteri yang tidak loyal.


Ini bukan semata untuk menjaga wibawa, tapi menyelamatkan marwah pemerintahan dan partai yang mengusungnya.


Kalau reshuffle saja tak dilakukan, bagaimana mungkin publik percaya bahwa Prabowo benar-benar pemimpin sejati, bukan sekadar pelaksana kehendak sang pendahulu?


***


Sumber: PojokSatu

Komentar